Sabtu, 23 Agustus 2008 | 07:28 WIB
JAKARTA, SABTU - Kanker serviks atau leher rahim merupakan penyebab utama kematian karena kanker di kalangan perempuan di Indonesia. Hal ini disebabkan mayoritas penderita datang untuk berobat ketika keadaan kesehatannya telah kritis atau ketika penyakitnya sudah stadium lanjut. Untuk itu, pemeriksaan kesehatan dengan tes pap smear perlu dilakukan secara rutin sebagai deteksi dini kanker itu.
Demi menumbuhkan kesadaran untuk melindungi diri para perempuan dari kanker Serviks, Kepala Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Yayasan Kanker Indonesia Sumarjati Arjoso, Jumat (22/8), di Jakarta, menyatakan, sosialisasi kepada masyarakat mengenai seluk-beluk penyakit kanker serviks, termasuk gejala, pencegahan dan deteksi dini harus terus dilakukan.
Keberhasilan Yayasan Kanker Indonesia dalam melaksanakan program penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kanker serviks selama puluhan tahun dan program-program mendatang akan dipaparkan dalam forum Kongres Kanker Sedunia Tahun 2008, di Geneva, akhir Agustus nanti.
Yayasan Kanker Indonesia memaparkan, angka kematian kanker serviks terbanyak di antara jenis kanker lain di kalangan perempuan. Diperkirakan, 52 juta perempuan Indonesia berisiko terkena kanker serviks, sementara 36 persen perempuan dari seluruh penderita kanker adalah pasien kanker serviks. Ada 15.000 kasus baru per tahun dengan kematian 8.000 orang per tahun.
Angka harapan hidup lima tahun jika kanke r ini diketahui dan diobati pada stadium 1 adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60 persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium empat penderita sulit diharapkan bertahan. "Jika penyakit ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita b isa diobati secara sempurna," ujarnya.
P enyakit ini bisa dicegah dengan vaksinasi. Masalahnya, vaksin untuk melindungi diri kita dari virus HPV penyebab kanker serviks itu harganya mahal, sehingga tidak terjangkau semua lapisan masyarakat, kata Sumarjati menjelaskan. Oleh karena itu, deteksi dini dengan melakukan tes pap smear secara rutin perlu dilakukan.
Namun, b udaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan persepsi yang jadi penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada profesional medis dan berdaya diri melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya, lebih dari 70 persen penderita kanker serviks datang untuk berobat ketika keadaan kesehatannya telah kritis, dan penyakit ditemukan dalam stadium lanjut hingga sulit diobati.
Untuk itu, YKI menginisiasi kampanye edukasi kesadaran publik Bantu Cegah Kanker Serviks Sekarang pada tahun 2007 lalu dengan tujuan menyebarkan pengetahuan dan referensi mengenai seluk-beluk penyakit kanker serviks termasuk penyebab, faktor risiko, gejala, pencegahan, deteksi dini dan pengobatan. Selain itu, kampanye tersebut bertujuan memba ngkitkan kesadaran untuk melindungi diri dan menggugah daya diri perempuan untuk mampu menentukan sikap bagi kesehatan pribadi terutama organ reproduksinya.
Kami berprinsip, mencegah lebih baik daripada mengobati, dan bahwa kanker yang ditemukan dalam stadium dini akan mempunyai kemungkinan sembuh dan harapan hidup lebih besar daripada kanker stadium lanjut, kata Sumarjati. Sejauh ini, YKI bekerja sama dengan berbagai pihak mulai dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan lembaga-lembaga swadaya perempuan, serta perusahaan swasta terutama dari industri farmasi untuk terus secara konsisten menggulirkan dan menyuarakan pesan ini.
Hasl yang dicapai dari upaya itu antara lain, meningkatnya kesadaran perempuan untuk melakukan tes pap smear, banyak permintaan untuk edukasi dalam forum-forum publik dan kelompok-kelompok komunitas perempuan dari berbagai segmen secara nasional. Kami berharap kesadaran perempuan terhadap bahaya kanker serviks ini diikuti dengan aksi nyata yang bermanfaat bagi kesehatan mereka dengan melakukan tes pap smear dan imunisasi, kata Direktur Unit Bisnis PT Merck dr Ping Ping. (EVY)
sumber : http://www.kompas.com
sumber : http://www.kompas.com